kebanggaan terbesar dalam hidup ... bukan karena tidak pernah gagal, tetapi bagaimana bangkit setiap kali jatuh

Sabtu, Mei 23, 2009

Sebuah Ziarah Ke Kubur Sendiri

(oleh Taufiq Ismail)

Di bawah kemah di Arafah
Diterjang panas 50 derajat
Hamba letakkan tulang belulang hamba
Mayat hamba terbaring
Ini sebuah simulasi
Inilah inventarisasi
Menjelang pengembalian segala barang pinjaman
Kepada Yang Maha Empunya
Semua benda yang sempat hamba akumulasi
Selama x tahun

Barang-barang bergerak, barang-barang tak bergerak
Surat-surat dunia, dokumen-dokumen fana
Isteri, anak, cucu, ilmu, puisi, budaya
Ternyata mereka bukan milik hamba
Mereka bergerak serentak
Tapi tepat di tepi kubur ini
Mereka semua berhenti
Hamba kembalikanlah gumpalan protein, air dan garam ini
Pada Dikau Yang Maha Empunya
Mudah-mudahan masih utuh amanatMu ini, ya Razaq
Empat ratus tulang-belulang
Tiga belas persendian utamanya
Enam ratus otot daging yang telah bertugas sempurna
Seperangkat urat syaraf, susunan darah dan pencernaan
Yang kerjanya demikian fantastik
Sesudah x tahun lamanya kupinjam adi-komputer
Hadiah Dikau ini, ya Rabbi
Sepuluh ribu juta neutron dalam otak
Yang Dikau pinjamkan ini
Dengan sinyal-sinyal pikiran sekencang 400 kilometer per jam
Wahai betapa sayang Dikau pada lempung bergaram Hamba,
khalifah-Mu ini Yang Dikau Hadiahi cerdas dan ilmu
Tapi ini semuanya pinjaman hanya Bagaimana cara
hamba mengembalikannya Hamba malu, hamba malu
Dan bila regangan terakhir akan disentakkan
Dan bila hidup mulai disibakkan
Tak sempat lagi meninjau inventarisasi
Semua benda yang diakumulasi
Mudah-mudahan semuanya sudah rapi
Karena hanya YaSin yang terdengar kini
Dan isteriku yang mulai merah matanya
Ya Muqallibal Qulub
Jangan palingkan hati hamba
Hamba kembali pada Dikau
Dalam keadaan tumpas, fakir dan fana
Seluruh barang pinjaman hamba kembalikan
Mudah-mudahan semuanya utuh
Kalaulah ada bagian dari lempung bergaram ini
Aus dan longgar pasangannya
Ginjalku berbatu
Jantungku menyempit aortanya
Mohonlah Dikau terima sebagai barang yang susut
Dan inilah tumpukan dosaku
Tak dapat aku sembunyikan dari pandanganMu, ya Bashir
Akan Kau apakan hamba, ya Ghafur
Bukankah ubun-ubunku sudah sejak dulu dalam genggaman-Mu, ya Malik?
Betapa sakit tak terperi

Tidak ada komentar: