Pengertian PPh Pasal 15 adalah :
Pajak Penghasilan yang dikenakan Atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Tertentu, yaitu :
Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional
Perusahaan pelayaran dalam negeri
Perusahaan penerbangan dalam negeri
Perusahaan asuransi luar negeri
Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi
Perusahaan dagang asing
Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk
bangun-guna-serah atau BOT (“build, operate, and transfer”).
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan
pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam
bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan
Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib
Pajak tertentu tersebut.
Wajib Pajak Tertentu Pasal 15 :
1. Wajib Pajak
Pelayaran Dalam negeri
* Untuk penghasilan neto = 4% x peredaran bruto
* Untuk PPh terhutang = 1,2% x peredaran bruto dan final
Tertuang dalam KepMenKeu 416/KMK.04/1996
2. Wajib Pajak
Penerbangan Dalam Negeri
* untuk penghasilan neto = 6% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = 1,8% x peredaran bruto dan tidak
final
Tertuang dalam KepMenKeu 475/KMK.04/1996
3. Wajib Pajak Pelayaran
dan Penerbangan Luar Negeri
* untuk penghasilan neto = 6% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = 0,44% x Peredaran bruto dan Final
Tertuang dalam KepMenKeu 417/KMK.04/1996
4. Wajib Pajak
Kantor Perwakilan Dagang Asing
* untuk penghasilan neto = 1% x ekspor bruto ke Indonesia
* PPh terhutang = 0,44% x ekspor bruto dan Final
Tertuang dalam KepMenKeu 634/KMK.04/1996.
5. Wajib Pajak
Kerja Sama Telkom
* untuk PPh terhutang = 5% x peredaran bruto dan Final
* Penghasilan Neto = 14,285% x peredaran bruto. Tarif 35%
Tertuang dalam KepMenKeu 88/KMK.04/1994
6. Wajib Pajak
Jasa Maklon Internasional
* untuk penghasilan neto = 7% x peredaran bruto
* untuk PPh terhutang = tarif tertinggi pasal 17 x
penghasilan neto.
Tertuang dalam KepMenKeu 543/KMK.03/2002
PPh Pasal 15 untuk pelayaran nasional :
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 416/KMK.04/1996 tentang “Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi
Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri” dijelaskan :
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan peredaran bruto
adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan
lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri
dan/atau sebaliknya.Pasal 2
(1) Penghasilan neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran
dalam negeri ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari peredaran bruto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1;
(2) Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam
negeri adalah sebesar 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dan bersifat final.
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE -
29/PJ.4/1996 tentang PPh Terhadap Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
(Seri PPh Umum No. 35), angka 6 menjelaskan :
Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian
persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau
terutang hasil tersebut wajib :
a.1. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nilai pengganti;
a.2. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau
memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran I;
a.3. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor
Pos dan Giro selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
a.4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke
Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah
bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan bentuk
sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan Lembar ke-2
Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
(Final).
b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib
b.1. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor
Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima
atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
Final;
b.2. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor
Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan
diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana
pada Lampiran III, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final;
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dijelaskan bahwa:
1.Atas penghasilan Wajib Pajak Pelayaran Dalam Negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan
lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri
dan/atau sebaliknya dikenakan pajak penghasilan sebesar 1,2% (satu koma dua
persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.
2.Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian
persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang wajib melakukan
pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak adalah pihak yang membayar atau
terutang hasil.
PPh Pasal 15 :
No Urut
Penghasilan
Tarif
%
DPP
Ketentuan Berlaku
1
Imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan
pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penyewaan kapal laut oleh
perusahaan pelayaran dalam negeri ^
1.2
Bersifat final
Penghasilan Bruto
NOMOR 416/KMK.04/1996
2
Imbalan Charter Kapal Laut dan/atau Pesawat Udara yang Dibayarkan/Terutang Kepada
Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan
Luar Negeri *
2,64
bersifat final
Penghasilan Bruto
NOMOR 417/KMK.04/1996
jo NOMOR SE –
32/PJ.4/1996
3
Imbalan yang Diterima/Diperoleh Sehubungan dengan Pengangkutan Orang dan/atau
Barang Termasuk Charter Kapal Laut
dan/atau Pesawat Udara Oleh Perusahaan
Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar
Negeri *
2,64
bersifat final.
Penghasilan Bruto
s.d.a.
4
Imbalan Charter Pesawat Udara Yang Dibayarkan/Terutang Kepada Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
1.8
Penghasilan Bruto
NOMOR
475/KMK.04/1996
5
WP LN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia
**
0.44
Nilai Ekspor Bruto
KEP-667/PJ./2001
6
Pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk Perjanjian
Bangunan Guna Serah (Built Operate and Transfer)
5
Final bagi WP OP
jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
248/KMK.04/1995
Keterangan
*
Jika perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri tidak
memiliki BUT di indonesia maka tarif 20% atau sesuai dengan P3B bersifat final
tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau
diperoleh perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri tersebut dari
pengangkutan orang dan/atau barang di luar negeri dan dari pelabuhan diluar
negeri ke pelabuhan di Indonesia.
^
yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan
atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau
dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.
Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian
charter kapal atau pesawat udara meliputi semua bentuk charter. Khusus mengenai
sewa ruangan kapal atau pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang (“space
charter’), apabila sewa tersebut meliputi lebih dari 50% (lima puluh Persen)
dari kapasitas angkut atau pesawat terbang yang disewa, maka sewa tersebut
digolongkan sebagai charter.
**
nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor
perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau
badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Pasal 15 UU PPh
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto
dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal
16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan.
Penjelasan Pasal 15 UU PPh
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus
untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau
penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan
pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang
melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (“build, operate, and
transfer”).
Untuk menghitung kesukaran dalam menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan
pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam
bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan
Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan netto dari Wajib
Pajak tertentu tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar